Berkurban dengan Hewan yang Sedang Hamil, Biasakah?


Idul Adha 1441 Hijriah/2020 Masehi sudah di depan mata. Umat Islam di Indonesia dan dunia pun berlomba-lomba bisa melaksanakan penyembelihan ibadah hewan kurban.

Kurban pada hari nahr atau Idul Adha disyariatkan berdasarkan beberapa dalil, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta'ala:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Artinya: "Dirikanlah sholat dan berkurbanlah (an nahr)." (QS Al Kautsar: 2)

Dalam menunaikan ibadah kurban, dijelaskan bahwa hewan yang diperbolehkan disembelih untuk kurban adalah jenis binatang ternak. Unta, sapi, kambing, dan domba bisa dijadikan sebagai pilihan hewan kurban.

Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ

Artinya: "Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap bahimatul an’am (binatang ternak) yang telah direzekikan Allah kepada mereka." (QS Al Hajj: 34)

Kemudian tidak dijelaskan dalam suatu nash, baik kitab suci Alquran maupun hadis, terkait jenis kelamin hewan kurban, jadi jantan atau betina diperbolehkan.

Sebagaimana riwayat dari Umu Kurzin Radhiyallahu anha, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

عَنْ الْغُلَامِ شَاتَانِ وَعَنْ الْجَارِيَةِ شَاةٌ لَا يَضُرُّكُمْ ذُكْرَانًا كُنَّ أَمْ إِنَاثًا

Artinya: "Akikah untuk anak laki-laki dua kambing dan anak perempuan satu kambing. Tidak jadi masalah jantan maupun betina." (HR Ahmad 27900 dan An Nasa'i 4218, dishahihkan Syekh Al Albani)

Lalu muncul pertanyaan, bolehkah berkurban dengan hewan yang sedang hamil?

Di tengah masyarakat sendiri banyak dijumpai kurban menggunakan hewan yang hamil, baik sudah diketahui sebelumnya atau baru diketahui setelah disembelih.

Dalam hal ini, para ulama berbeda pendapat dalam menyikapi permasalahan hewan kurban yang tengah hamil.

Mengutip dari Lirboyo, Senin (13/7/2020), Syekh Taqiyuddin Al Hishni dalam kitab Kifayah Al Akhyar menjelaskan bahwa:

وَهَلْ تُجْزِئُ الْحَامِلُ فِيْهِ خِلَافٌ قَالَ ابْنُ الرِّفْعَةِ الْمَشْهُوْرُ أَنَّهَا تُجْزِئُ لِأَنَّ نَقْصَ اللَّحْمِ يُجْبَرُ بِالْجَنِيْنِ وَفِيْهِ وَجْهٌ لَا تُجْزِئُ

Artinya: "Apakah mencukupi berkurban dengan hewan hamil? Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat. Ibn Rif'ah berkata, pendapat yang mashur adalah mencukupi. Karena kekurangan daging dapat ditambal dengan adanya janin. Dan pendapat lain mengatakan tidak mencukupi." (Kifayah al-Akhyar, halaman 531)

Adapun mayoritas ulama Syafiiyah berpendapat tidak mencukupi. Syekh Sa'id bin Muhammad Ba'asyin dalam kitab Busyra Al Karim menerangkan bahwa:

وَلَا يَجُوْزُ التَّضْحِيَةُ بِحَامِلٍ عَلَى الْمُعْتَمَدِ لِأَنَّ الْحَمْلَ يُنْقِصُ لَحْمَهَا، وَزِيَادَةُ اللَّحْمِ بِالْجَنِيْنِ لَا يَجْبُرُ عَيْبًا

Artinya: "Tidak diperbolehkan kurban dengan binatang hamil menurut qaul mu’tamad. Karena kehamilan hewan dapat mengurangi dagingnya. Dan bertambahnya daging disebabkan janin tidak dapat menambal kecacatannya." (Busyra Al Karim, halaman 698)

Sedangkan Syekh Khatib As-Syirbini dalam salah satu kitabnya, Mughni Al Muhtaj, menegaskan bahwa:

وَقَوْلُ ابْنِ الرِّفْعَةِ الْمَشْهُوْرُ أَنَّهَا تُجْزِئُ؛ لِأَنَّ مَا حَصَلَ بِهَا مِنْ نَقْصِ اللَّحْمِ يَنْجَبِرُ بِالْجَنِيْنِ، فَهُوَ كَالْخَصِيِّ مَرْدُوْدٌ بِأَنَّ الْجَنِيْنَ قَدْ لَا يَبْلُغُ حَدَّ الْأَكْلِ كَالْمُضْغَةِ، وَلِأَنَّ زِيَادَةَ اللَّحْمِ لَا تَجْبُرُ عَيْبًا بِدَلِيلِ الْعَرْجَاءِ السَّمِيْنَةِ

Artinya: "Dan pendapat Imam Ibnu Rif’ah, yang mashur bahwa hewan hamil mencukupi karena kurangnya daging ditambal dengan janin seperti halnya binatang yang terpotong testisnya, ditolak dengan alasan bahwa terkadang janin tidak mencapai batas layak konsumsi seperti gumpalan daging serta bertambahnya daging tidak dapat menambal kecacatan dengan dalil binatang pincang yang gemuk." (Mughni al-Muhtaj, VI/128)

Kesimpulannya, berkurban dengan hewan yang sedang hamil terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Kedua pendapat tersebut pun dapat diamalkan.

Wallahu a’lam.

(f/ozc)



TERKAIT