CATATAN TUN AKHYAR, PEMRED TORIAU.CO

Saling Klaim dan Isu Liar di Seputar Pilgubri

Tun Akhyar
Hingga hari ini, Rabu (27/12/2017), peta politik Riau menyongsong Pilkada 2018 sepertinya belum banyak berubah dibandingkan sebulan silam. Tidak ada progress menarik, terutama di seputar dukungan partai-partai politik terhadap kandidat-kandidat Gubernur Riau.

Setelah PDIP menyatakan mengusung duet Arsyadjuliandi Rachman-Suyatno bersama Golkar, nyaris tak ada lagi kabar terbaru yang 'sahih' dari parpol-parpol lain soal calon yang akan didukung di Pilgubri. Yang ada baru sebatas klaim-klaim yang tidak disusulkan dengan keluarnya SK sebagai bukti dan kepastian arah dukungan.

Saya mencatat, setidak-tidaknya, ada tiga klaim yang muncul dua pekan terakhir. Pertama, klaim di kubu Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang menyatakan kadernya, Lukman Edy (LE) akan berpasangan dengan kader sekaligus ketua DPD Demokrat Riau, Asri Auzar.

Lalu yang terbaru, petang kemarin, mencuat kabar dari kalangan Demokrat Riau yang mengklaim partai besutan SBY tersebut akan mengusung mantan ketuanya, Ahmad berpasangan dengan ketua Gerindra Riau Eddy Tanjung. 

Untuk klaim duet Ahmad-Eddy Tanjung ini disampaikan Sayed Abubakar A. Assegaf, yang juga
anggota Komisi VII DPR RI dari Dapil Riau I Fraksi Demokrat. Sayed menegaskan, sudah tercapai kesepakatan di kedua partai di tingkat daerah untuk mengusung pasangan tersebut. Tinggal lagi menunggu keputusan Majelis Tinggi DPP Demokrat. Tentu saja yang dimaksud di sini adalah SK yang dipastikan akan menunggu 'restu' dari Ketua Dewan Pembina Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Tentu saja statemen Sayed itu sekaligus 'mematahkan' klaim sebelumnya dari kubu PKB yang menyatakan sudah tercapai kesepakatan duet Lukman Edy-Asri Auzar akan berlaga di Pilgubri 2018.

Selain dua partai atau bakal calon di atas, kandidat Gubernur lainnya HM Harris juga beberapa hari lalu melontarkan statemen di sejumlah media, termasuk media toRiau.co ini. Harris, yang juga Bupati Pelalawan, mengklaim memastikan diri akan 'berlayar' di Pilgubri bersama pasangannya Yopi Arianto, yang juga Bupati Indragiri Hulu.

Namun ketika dipertanyakan dengan 'perahu' apa atau parpol mana saja yang akan mengusungnya, Harris menolak membeberkannya. Ia beralasan tidak ingin partai-partai pendukungnya 'masuk angin' lagi, seperti sebelumnya sudah mendapat rekomendasi dari PDIP namun ternyata partai itu berpindah ke 'lain hati'.

Soal klaim dan isu-isu liar dukungan partai memang saat ini sedang marak-maraknya di Riau menjelang masa pendaftaran ke KPU Riau Januari 2018 nanti. Hampir setiap hari mencuat kabar-kabar seputar Pilgubri, namun semuanya baru dikategorikan sebagai isu atau rumor belaka. Kalaupun ada statemen-statemen yang muncul dari kalangan partai, dapat dipastikan itu baru sebatas klaim atau 'bola-bola liar' untuk menarik perhatian elit-elit partai di pusat.

Lalu yang tidak kalah menariknya, di luar rumor, klaim, isu ataupun 'bola-bola liar' itu, sekarang sejumlah kalangan partai-prtai politik yang selama ini sangat terbuka untuk dikonfirmasi, sepekan terakhir terkesan mulai pelit dan tak mau berkomentar dan menanggapi jika dihubungi baik melalui telepon ataupun medsos.

Kalaupun ada yang masih bersedia dikonfirmasi, itupun jawabannya rata-rata diplomatis dan ngambang atau jauh dari jawaban untuk pertanyaan yang ingin dikonfirmasi.

Apakah ini ada hubungannya dengan kemungkinan munculnya kejutan baru di luar yang sudah diketahui publik selama ini atau kemunculan rumor dan klaim tersebut bagian dari strategi untuk mengalihkan perhatian publik, bisa saja begitu.

Akan tetapi, satu hal yang tak bisa dipungkiri, berdasarkan informasi sejumlah kalangan politik, saat ini tengah terjadi tarik-menarik dukungan di elit parpol di pusat. Konon kabarnya, tarik-menarik ini juga 'berbau' politik transaksional, meski sulit untuk dibuktikan secara nyata. 

Karena itu pula, sejumlah kandidat Gubernur Riau dan tim lobinya, yang dikabarkan lebih banyak berada di Jakarta ketimbang di daerah. Mereka 'berkumpul' di pusat, tentu saja di 'base camp' yang berbeda, untuk terus memantau dan sekaligus melakukan lobi-lobi intensif dengan petinggi parpol.

Sampai kapan mereka 'bertahan' di ibukota? Hampir dapat dipastikan, tentunya hingga diturunkannya SK dukungan oleh DPP parpol. Menarik bukan? ***
TERKAIT