BI: Pertumbuhan Ekonomi 2019 Diprediksi Tetap Melandai dan Tidak Pasti


toRiau - Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan nasional tahun 2019 mendatang takkan jauh berbeda dengan 2018 ini, yakni melandai dan dalam kondisi tidak pasti.  Faktor tingginya angka krisis global terhadap harga komoditas dan juga produksi, seperti krisis yang terjadi di Argentina dan Turki, berimbas pada kondisi ekonomi Indonesia.

Demikian diungkapkan Asisten Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, Handri Adiwilaga, dalam kegiatan Capacity Building Wartawan Riau, Kamis (13/12/2018) di Jakarta. 

Menurutnya, divergensi yang dialami oleh banyak negara tentunya berdampak terhadap nilai mata uang. "Sementara dolar Amerika Serikat justru menguat dengan signifikan," ujarnya. 

Perang dagang antar negara yang terjadi saat ini menimbulkan ketidakpastian ekonomi hingga menyebabkan resiko ancaman krisis yang masih tinggi. Selain itu juga, kondisi tersebut juga berdampak terhadap volume perdagangan dunia melambat, termasuk harga komuditas juga melambat. Malahan, kata dia, produk tambang seperti tembaga pada tahun ini hanya mengalami kenaikan 6,4 persen, lebih rendah dibanding tahun sepelumnya. 

"Sentimen kondisi perang dagang tersebut juga menyebabkan harga CPO, karet, dan kopi menjadi turun bahkan permintaan sampai turun hingga 2,1 persen," katanya. 

Situasi ketidakpastian juga menyebabkan harga minyak pada awal tahun sempat naik, namun berangsur turun pada akhir tahun ini, tekanan harga minyak mereda di penghujung tahun sebagai imbas dari pengurangan sanksi AS terhadap Irak. "Turunnya harga minyak dunia tidak lepas dari berkurangnya sanksi ekonomi terhadap Irak dan beberapa negara penghasil lainnya," tuturnya. katanya. 

Di tempat yang sama, Kepala Tim Pengembangan Ekonomi BI Riau, R. Yusuf Rigin memaparkan bahwa kondisi pertumbuhan di Riau tidak jauh beda dengan nasional. Tercatat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Riau hanya 2,98 %, dimana investasi dan konsumsi rumah tangga masih melambat. Hal ini disebabkan karena sulitnya kondisi ekonomi sehingga berdampak terhadap hal tersebut. 

Sementara berbeda dengan hal tersebut, pertumbuhan konsumsi pemerintah yang saat ini justru mengalami kenaikan. Ini seiring dengan dilakukannya percepatan realisasi anggaran pemerintah dibandingkan triwulan sebelumnya. Dimana sebelumnya pemerintah masih menahan-nahan pengeluaran sehingga banyak sektor yang menjadi terhambat, termasuk konsumsi rumah tangga dan juga envestasi. 

"Tak akan jauh berbeda, tapi ekonomi Riau masih cukup stabil. Bahkan dibandingkan tahun sebelumnya cukup meningkat. Baik itu pasokan barang kebutuhan maupun ketersediaan barang kebutuhan di Riau," jelasnya. 

Karena, tambahnya, ketercukupan bahan kebutuhan pokok masih dipasok dari provinsi luar. Produksi lokal masih belum mampu mencukupi kebutuhan. "Investasi lambat, konsumsi rumah tangga juga melambat, sedangkan ekspor dan belanja pemerintah meningkat," katanya. 

Di sisi lain, sektor industri yakni pertanian juga mengalami peningkatan, pembangunan kontruksi dan pertambangan melambat. Selain itu juga, ditambahkan Yusuf, sektor lainnya yang juga mengalami peningkatan yakni kredit multi guna seperti kredit otomotif, serta penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang juga naik sementara kredit macet sudah mulai berkurang. 

"Ini artinya masyarakat sudah mulai teratur dan disiplin dalam hal kredit, sehingga lembaga keuangan justru membuat program pembiayaan bagi pelaku usaha UMKM," pungkasnya. (ayu)
TERKAIT