Refly Harun: MK Tak Berguna Jika Pemikiran Saksi Ahli 01 Jadi Pedoman

Refly Harun
toRiau - Nama Prof Edward Omar Sharif Hiariej alias Prof Eddy belakangan menjadi pembicaraan publik usai menyampaikan pendapatnya dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkaman Konstitusi (Jumat, 12/6) lalu.

Bertindak sebagai saksi ahli yang didatangkan pihak terkait, Paslon Jokowi-Maruf, Prof Eddy banyak menguliti permohonan yang diajukan oleh Pemohon dalam hal ini Paslon Prabowo-Sandi. 

Menariknya, Prof Eddy dengan lantang menyebut Prabowo-Sandi salah alamat mengajukan gugatan sengketa ke Mahkamah Konstitusi. Ia menilai, harusnya Paslon No 02 itu mengajukan gugatan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

"Kuasa hukum pemohon tidak hendak menyoal tentang hasil perhitungan suara yang merupakan kewenangan Mahkamah Konstitusi, tetapi justru mempersoalkan hal lain di luar kewenangan Mahkamah Konstitusi," kata Eddy di Ruang Sidang MK, Jakarta Pusat.

Menurut Prof Eddy, Tim Hukum Prabowo-Sandi hanya menyoal pelanggaran-pelanggaran Pemilu berdasarkan pada UU No 7/2017. Ia pun menyebut sejumlah persoalan yang diangkat seperti penyalahgunaan APBN, ketidaknetralan aparat, penyalahgunaan BUMN dan lainnya. 

Persoalan itu, lanjutnya, merupakan ranah Bawaslu untuk memilah apakah termasuk dalam pelanggaran administrasi, sengketa administrasi, ataukah pidana Pemilu. 

"Kuasa hukum pemohon secara kasat mata mencampuradukkan antara sengketa Pemilu dengan perselisihan hasil Pemilu. Dengan catatan, itupun kalau sengketa Pemilu yang didalilkan dapat dibuktikan secara sah dan meyakinkan," tutupnya. 

Pandangan Prof Eddy tersebut kemudian ditanggapi oleh Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun yang juga senior Pakar asal UGM itu. Menurut Refly, pandangan Prof Eddy justru akan membuat Mahkamah Konstitusi tidak berguna di masa depan. 

"Kalau pemikiran Prof Eddy yang dipakai MK, tidak ada gunanya lagi MK ke depan," tulis Refly di laman media sosial pribadinya, Minggu (23/6). 

Refly menilai, tidak perlu ada lagi mahkamah jika tugasnya hanya mengadili kesalahan perhitungan atau hitung-hitungan seperti yang disampaikan dalam pandangan Prof Eddy. Soal perhitungan, sebut Refly, sudah cukup melalui partisipasi masyarakat atau program Kawal Pemilu milik KPU. 

"MK harus menjadi the last resort bagi the constitutionality of election karena itulah hakikat MK sebagai the guardiant of the constitution," tegas Refly.

Hanya saja, Refly mengamini adanya proses sebelum ke MK yang harus dilalui seperti melalui KPU, Bawaslu maupun pengadilan non-MK. "Jadi tidak boleh ujug-ujug ke MK dengan bypass semua proses di bawah," terangnya. (**/rmol)
TERKAIT