Sedekah Tidak Harus dengan Harta, Berbuat Baik Juga Sedekah


PEKANBARU - Pernah suatu waktu Rasulullah SAW didatangi para sahabat yang terdiri atas fakir miskin dan yang tak berharta. Mereka memprotes kepada Nabi SAW dengan mengatakan: "Wahai Rasulullah, orang-orang kaya telah memborong pahala. Mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami puasa, tapi mereka dapat bersedekah dengan kelebihan hartanya."

Dengan bijaksana Rasulullah bersabda: "Bukankah Allah SWT telah menjadikan bagi kalian apa-apa yang dapat kalian sedekahkan? Sesungguhnya pada setiap tasbih ada sedekah, pada setiap tahmid ada sedekah, dan pada setiap tahlil ada sedekah, menyuruh kebaikan adalah sedekah, melarang kemungkaran adalah sedekah, dan mendatangi istrimu juga sedekah." (HR Muslim).

Istilah sedekah dalam hadis di atas artinya tidak hanya sebatas membagikan harta bendawi sehingga bisa dimonopoli kalangan berada (aghniya). Dalam bahasa lain, sedekah adalah upaya berbagi kebaikan dengan mengoptimalkan kemampuan diri agar seseorang merasa lega telah berbagi kebahagiaan.

Secara teoretis, al-birr (kebajikan) dalam Islam terdiri dari dua jenis, yakni: al-birr  terkait dengan Allah SWT, dan al-birr terkait dengan sesama. Al-airr terkait dengan Allah SWT yakni beriman kepada-Nya, melaksanakan perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya. Sementara, al-birr terkait dengan sesama adalah husnulkhuluq, yakni banyak bederma dan tidak mengganggu sesama atau menampakkan kemuliaan pribadi.

Sedekah ialah ajaran sosial dalam Islam, yang mampu menghidupkan agama ini hingga melewati masa 1.500 tahun. Doktrin Islam mengajarkan bahwa setiap sendi dari jasad kita harus disedekahi, salah satunya, dengan bekerja keras mengeluarkan diri dari keterpurukan juga dapat disebut sebagai sedekah.

Karena itu, bagi orang fakir, miskin, dan tak berdaya sekalipun, Islam memberikan kesempatan untuk bersedekah karena seperti yang diungkapkan dalam hadis Nabi bahwa setiap perilaku kita bernilai sedekah bila hal itu memuat nilai kebaikan bagi kehidupan.

Jadi, kita tidak usah protes bila ada orang kaya yang dermawan, hidup sebagai filantropis, rajin melaksanakan ibadah, dan rajin bederma. Sebab, sedekah itu bukan hanya berkaitan dengan harta bendawi, melainkan terkait dengan langgengnya nilai kebaikan dalam setiap laku lampah kita.

Ada banyak lapangan hidup yang bisa kita jadikan ladang untuk menuai pahala dari Allah, bila sedekah dikabarkan akan diganjar pahala berlipat; bahkan bagi orang yang suka bersedekah disediakan oleh Allah pintu surga bernama "Shadaqah". Bila kita tidak berharta, tak punya uang, dan minim akses ekonomi, bersedekahlah dengan perbuatan, bersedekahlah dengan akal-pikiran, dan bersedekahlah dengan tenaga untuk kemajuan Islam.

Jangan pernah merasa iri, dengki, apalagi memprotes keadilan takdir Allah karena menjadikan kita sebagai kaum tak berpunya, kaum yang tak berdaya, dan kaum yang selalu menerima, tetapi tak pernah memberi.

Rasulullah SAW bersabda, "Setiap ruas tulang manusia harus disedekahi setiap hari selagi matahari masih terbit. Mendamaikan dua orang (yang berselisih) adalah sedekah, menolong orang hingga ia dapat naik kendaraan atau mengangkatkan barang bawaan ke atas kendaraannya merupakan sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, setiap langkah kaki yang engkau ayunkan menuju ke masjid adalah sedekah dan menyingkirkan aral (rintangan, ranting, paku, kayu, atau sesuatu yang mengganggu) dari jalan juga merupakan sedekah." (HR Bukhari dan Muslim). ***/nai/sumber: rol
TERKAIT