CATATAN TUN AKHYAR, PEMRED TORIAU.CO

Pilgubri: 'Perahu' Ketiga Bakal Milik Siapa?


Hingga hari ini baru dua kandidat Gubernur Riau yang sudah hampir pasti berlaga di Pilgubri 2018 mendatang. Keduanya adalah pasangan incumbent Arsyadjuliandi Rachman-Suyatno dan Lukman Edy-Asri Auzar. Andi Rachman-Suyatno sudah dipastikan diusung Partai Golkar dan PDIP, sementara Lukman Edy-Asri Auzar diklaim didukung PKB bersama Demokrat.

Sejak awal dimulainya kemunculan para bakal calon Gubernur Riau sebenarnya mencuat banyak nama yang berminat. Selain empat nama di atas, masih ada sejumlah nama lainnya, yakni, Bupati Siak Syamsuar, Walikota Pekanbaru Firdaus, Bupati Pelalawan M Harris, Bupati Indragiri Hulu Yopi Arianto, Ketua Gerindra Riau Eddy Tanjung, mantan Ketua Demokrat Riau yang juga mantan Bupati Rokan Hulu Achmad, Ketua PAN Riau Irwan dan pengurus DPP PPP Rusli Effendi.

Seiring dengan perkembangan waktu, ada nama yang tenggelam dan ada nama-nama yang kemudian dipasang-pasangkan. Misalnya, HM Harris diduetkan dengan Yopi Arianto menyusul keduanya memperoleh surat rekomendasi dari PDIP.

Begitu juga sejumlah nama yang mengapung di kubu partai PAN, terakhir hanya mencuatkan dua nama saja, yakni Syamsuar dan Firdaus. Nama lain yang sempat masuk bursa PAN seperti Ketua PAN Riau Irwan serta kader Demokrat Achmad memudar dan jarang disebut-sebut atau terpublikasi lagi sebagai kandidat Gubernur Riau.

Ahmad yang juga digadang-gadang akan didukung partainya, Demokrat, belakangan juga tenggelam dengan munculnya Asri Auzar sebagai Ketua DPD Demokrat Riau yang baru. Bahkan, terakhir Asri Auzar, oleh partainya disebut-sebut sudah hampir final akan menjadi pasangan Lukman Edy untuk Pilgubri.

Ketidakjelasan belakangan juga menimpa duet Harris-Yopi setelah PDIP 'berpindah ke lain hati' menyusul pengumuman Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri yang memilih untuk bergabung dengan Golkar mengusung Andi Rachman-Suyatno.

Begitu juga dengan Eddy Tanjung, Ketua DPD Gerindra Riau. Isu yang beredar beberapa hari terakhir menyebutkan jika partainya akan berkoalisi untuk mendukung kandidat lain yang dianggap lebih kuat dan berpeluang besar untuk memenangkan Pilgubri.

Dengan situasi demikian serta hampir dipastikannya pasangan Andi Rachman-Suyatno dan Lukman Edy-Asri Auzar, lalu masihkah ada pasangan lain atau pasangan ketiga dan keempat yang akan muncul di Pilgubri? Jika melihat jumlah partai tersisa dan kursi mereka di DPRD Riau, tentu saja, peluang itu masih ada.

Jumlah kursi di DPRD Riau adalah sebanyak 65. Koalisi Golkar-PDIP (23) dan PKB-Demokrat (15) baru menyedot 38 kursi. Artinya, masih tersisa 65-38 kursi yakni 27 kursi. Sedangkan persyaratan pencalonan di KPU Riau adalah minimal 13 kursi. Itu artinya, masih terbuka peluang untuk dua pasang lagi, yakni koalisi 13 kursi dan koalisi 14 kursi.

Nah, siapakah yang akan berada di dua koalisi tersisa itu?

Bila kita lihat partai-partai di luar yang sudah berkoalisi di atas, maka masih ada enam partai lainnya. Yakni, PAN (7), Gerindra (7), PPP (5), Nasdem (3), PKS (3) dan Hanura 2 kursi.
 
Dari enam partai itu yang sangat kuat untuk jadi pengusung bakal calon Gubernur Riau seperti yang banyak mencuat di media massa hanya PAN. Partai besutan tokoh reformasi Amien Rais ini berkali-kali di media massa termasuk media ini, mengekspos ada dua kandidat yang mereka berikan rekomendasi yakni Syamsuar dan Firdaus MT.

Sedangkan Gerindra pada awalnya memang akan mengusung kader sendiri, yakni Nurzahadi atau yang lebih dikenal sebagai Eddy Tanjung yang juga Ketua DPD Gerindra Riau. Namun belakangan tidak terdengar lagi sepak terjangnya, terutama dalam mencari partai koalisi untuk mendukungnya.

PPP pada awalnya juga sudah menetapkan kadernya, Rusli Effendi untuk diusung. Namun belakangan PPP sudah mengeluarkan statemen yang menyatakan partainya siap untuk berkoalisi dengan partai lain asalkan kadernya diusung sebagai bakal calon Gubernur Riau.

Lalu, tiga partai lainnya, yakni Nasdem, PKS dan Hanura sama sekali memang tidak menyatakan akan mengusung kader sendiri, sehingga diperkirakan ketiganya memilih untuk berkoalisi dengan partai-partai lain.

Dengan peta partai seperti itu, saya memperkirakan paling banyak hanya akan muncul satu pasang calon lainnya. Siapa mereka tentu tidak akan bergeser dari nama-nama yang ada saat ini.
Dari 'bisik-bisik tetangga' tentang adanya lobi-lobi tingkat tinggi yang terjadi di pusat saat ini,
diperkirakan 'perahu ketiga' itu sedang diperebutkan oleh kandidat Firdaus MT dan Syamsuar. Sedangkan nama-nama lain yang awalnya muncul sebagai balon gubernur, berkemungkinan akan menjadi pasangan Firdaus atau Syamsuar.

Sebatas berandai-andai dan sedikit bermain tebak-tebak buah manggis sambil menunggu hasil lobi tingkat tinggi tersebut, saya melihat Firdaus lebih berpeluang besar untuk menjadi calon Gubernur Riau ketiga setelah Andi Rachman dan Lukman Edy.

Kenapa? Karena dibandingkan Syamsuar, Walikota Pekanbaru ini telah maju selangkah dalam menyiapkan koalisi, yakni dengan PPP.  Dan itu pulalah titik balik PAN mengeluarkan rekomendasi keduanya yang ditujukan untuk Firdaus, karena Syamsuar dianggap tak kunjung mampu mencari teman koalisi hingga waktu yang ditentukan.

Jika PAN dan PPP berkoalisi, itu artinya Hhanya kurang satu kursi lagi yang belum diperoleh Firdaus untuk memenuhi persyaratan pencalonan nantinya. Itupun rumornya kini semakin kuat akan diisi oleh PKS yang memiliki tiga kursi, sehingga total 15 kursi atau sudah melebihi persyaratan untuk pencalonan.

Nah jika PAN dan PPP plus PKS mengusung dan mendukung Firdaus, lalu kemana partai-partai lain yang tersisa bergabung? Saya memprediksi, tiga partai tersisa yakni Gerindra, Nasdem dan Hanura akan tersebar ke ketiga koalisi itu. Mungkin saja, Nasdem dan Hanura akan bergabung dengan 'koalisi nasionalnya' yakni PDIP dan Golkar. Sedangkan Gerindra merapat ke koalisi yang dibangun PAN.

Kenapa Gerindra tidak ke koalisi PKB-Demokrat atau Golkar-PDIP? Sebab ini berkaitan dengan hubungan atau komunikasi yang tidak harmonis di tingkat pucuk pimpinan partainya di pusat. Siapapun tahu, Gerindra identik dengan Prabowo Subianto, Demokrat dengan Susilo Bambang Yudhoyono serta PDIP dengan Megawati Soekarnoputri.

Satu sama lainnya memiliki hubungan yang tidak harmonis sejak dulu. Jikapun beberapa kali ada pertemuan silaturahmi antara Prabowo-SBY, Prabowo-Megawati ataupun SBY-Megawati, tapi itu tidak kunjung mencairkan hubungan mereka. Di tingkat kerjasama partai memang pernah mereka bahas, tapi untuk koalisi nyaris sulit terlaksana.

Tapi kembali lagi ke slogan 'politik itu dinamis dan cair'. Bisa saja prediksi itu meleset dan terjadi kejutan untuk Pilgubri, sehingga koalisi yang dibangun berubah dari model 'tradisional' selama ini. Sebab, dalam politik memang tidak ada teman yang abadi, kecuali kepentingan. ***
TERKAIT