Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kepulauan Meranti Edi Mashudi, menghadiri acara ramah tamah Bupati Mera" />

DPRD Meranti Sambut Baik Kedatangan Peserta Simposium Sagu Asean 2018


toRiau - Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kepulauan Meranti Edi Mashudi, menghadiri acara ramah tamah Bupati Meranti dengan rombongan Pemerintah Provinsi Riau dan peserta Simposium Sagu Asean Tahun 2018, Rabu (8/8) malam di Indobaru Hotel, Selatpanjang.

Turut hadir mendampingi Bupati Kepulauan Meranti yang diwakili Sekda Yulian Norwis, jajaran Kepala OPD di lingkup Pemkab Meranti. Selain itu terlihat hadir Prof Yamamoto dari Jepang, Prof Muhammad Hasyim dari IPB, Prof Darmin dari Bengkulu, Prof Bintoro  Deputi Bidang Koordinasi kelautan Maritim, Ketua DPRD Provinsi Riau, Kepala Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Riau Ir. Darmansyah, Ketua LAMR dan Ketua MUI Meranti, serta para tokoh pejuang Meranti.

Ketua Komisi I Edi Mashudi menyampaikan, DPRD Meranti sangat menyambut baik kedatangan peserta Simposium Sagu Asean 2018 terutama profesor-profesor perwakilan 5 Negara Asia ke Selatpanjang. Saat ini, lanjut Edi, Sagu Meranti sudah diakui Dunia dan ini tentunya sudah cukup luar biasa bagi Meranti.

"Kita berharap ke depannya ada kerja keras dari Pemerintah Daerah bagaimana caranya untuk terus mengembangkan ekonomi dan komoditi sagu ini di lingkungan masyarakat," ungkapnya.

Atas nama Pemerintahan Daerah Kepulauan Meranti, Sekda Yulian Norwis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya karena Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Riau telah mempercayai Kepulauan Meranti sebagai daerah field trip untuk para peserta simposium.

"Teman-teman kita dari Papua juga sering mengunjungi untuk melihat dari dekat bagaimana sagu yang kita budidayakan. Seminar sudah kita laksanakan guna melihat dari dekat bagaimana pengolahan sagu yang sudah dilakukan di Kabupaten Meranti ini," ucapnya.

Sekda berharap kabupaten-kabupaten penghasil sagu untuk bersama-sama mengembangkan sagu menjadi komunitis strategis kedepannya. "Dan kami juga berharap hasil simposium ini kita akan sampaikan ke Kementrian Pertanian bahwa ada beberapa yang harus kita benahi untuk pengembangan sagu ke depannya, supaya teman-teman bagian wilayah timur bisa membudidayakan sagu dengan baik," tambah dia.

Sementara Kepala Dinas Ketahanan Pangan Riau Ir. Darmansyah, dalam sambutannya mengungkapkan bahwa pertemuan malam itu hanya ingin bersilaturahmi dengan pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti. Diutarakan Darmansyah, saat ini impor terigu mencapai 15 ribu ton per tahun, dan 10 persen harus disubsidi oleh tepung sagu lokal Indonesia.

"Mudah-mudahan ini bisa terealisasi, dan juga ada binaan dan perhatian khusus dari Kemenko Ekonomi, Bappenas dan Kementerian Pertanian kedepannya. Sagu Riau adalah sagu yang terbaik di Indonesia, kita tunggu teman-teman kita dari Papua dan Sulawesi bersama-sama kita maju," ujar Darmansyah.

Kemudian Prof Yamamoto menjelaskan, dia melakukan riset tentang sagu sejak tahun 1989 dimulai dari Serawak Malaysia, setelah itu dilanjutkan di Indonesia pada tahun 1995, di Pulau Tebing Tinggi mencapai 10 tahun, selanjutnya di Sulawesi Tenggara, dan kemudian di Ambon dan di sekitar Pulau Jayapura.

"Saya sudah memulai riset-riset saya di seluruh pusat-pusat areal sagu alami, bahwa demikian saya bisa melanjutkan riset-riset yang panjang dan hendaknya ada yang melanjutkannya," bebernya.

Saat ini, kata Yamamoto, dia sudah mengetahui dengan jelas bagaimana akumulasi pati-pati yang ada pada batang sagu, mulai dari yang sangat besar maupun yang kecil.

"Kenapa saya melakukan riset tentang sagu ini di Indonesia dan Malaysia, karena ada orang Jepang yang hidup di Pulau Halmahera dan dia hidup bertahun-tahun di dalam hutan dengan memakan menggunakan bahan pangan sagu, dan kami di Jepang mempunyai asosiasi penelitian dan pengembangan sagu. Sedangkan di Jepang itu sendiri tidak ada pohon sagu dan tidak mungkin akan tumbuh sagu," cetus dia.

Menurut Yamamoto, yang dijumpai di Sulawesi Tenggara dan Jayapura, 1 batang sagu itu bisa memproduksi tepung keringnya mencapai kurang sedikitnya 1 ton. Jika dibandingkan sagu Riau dengan Jayapura sagu Riau lebih kecil dari Jayapura, tapi periode waktu panennya di Riau lebih singkat ketimbang di Jayapura, dimana waktu panen  sagu Jayapura bisa sampai 25 tahun.

"Yang penting bagaimana kita meningkatkan produktivitas sagu itu dengan kualitas yang sangat baik sehingga dapat bersaing di pasaran dunia," pungkasnya. (hms/azw)
TERKAIT