Polemik Soal Klaim Pajak PLTA Koto Panjang, Gubernur dan DPRD Sumbar 'Ancam' Riau

PLTA Kota Panjang
PADANG - Sejumlah anggota DPRD Riau mengklaim seratus persen penguasaan penerimaan Pajak Air Permukaan (PAP) PLTA Koto Panjang di Kabupaten Kampar. Padahal, pajak yang nilainya sekitar Rp 3,4 miliar per tahun itu, sebelumnya dibagi dengan Sumatra Barat (Sumbar) sebagai wilayah sumber utama air PLTA tersebut.

Komentar DPRD Riau itu lahir berdasarkan surat Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri nomor 973/2164/KEUDA tanggal 5 Mei 2020 tentang Penyelesaian Pajak Air Permukaan ULPLTA Koto Panjang ke General Manager PT PLN (Persero) UIK Sumatera Bagian Utara. Salah satu poinnya menyebutkan bahwa DAS, hulu dan hilir dapat dipandang sebagai satu kesatuan sumber daya air. Namun, dalam konteks perpajakan titik pajaknya adalah di mana air itu dimanfaatkan.

Mungkin anggota DPRD Riau lupa, bahwa air yang mengalir itu asalnya dari mana. Atau perlu dilakukan seperti dulu, ada rencana warga Limapuluh Kota mengalihkan aliran air ke tempat lain.

Tak hanya mengklaim soal pajak, anggota DPRD Riau di sejumlah pemberitaan juga menyebut bahwa selama ini, Sumbar hanya menerima 'pitih sanang' (uang senang) dari PLTA Koto Panjang.

Polemik ini juga mengundang reaksi Gubernur Sumbar Irwan Prayitno. Dia memprotes sikap DPRD Riau yang dinilai tidak sepatutnya mengeluarkan kalimat yang melukai hati warga Sumbar.

"Saya mengikuti dan selalu memonitor dinamika persoalan itu. Rasanya apa yang disampaikan oleh beberapa anggota DPRD Sumbar pantas didukung dan kami pemerintah provinsi Sumbar telah meresponnya dan memprosesnya secara administratif ke pusat," katanya melalui rilis Diskominfo Sumbar, Jumat, 31 Juli 2020.

Pemerintah Provinsi Sumbar, kata Irwan, telah menyurati secara tertulis dan melakukan upaya lainnya kepada pihak Kemendagri. Menurutnya, surat ke Kemendagri sudah diproses dengan melampirkan semua dokumen pendukung.

"Kami harap masyarakat Sumbar baik di ranah dan di rantau tenang dulu. Percayakan saja kepada kami dan berikan kesempatan kepada kami bersama DPRD mengurusnya ke pemerintah pusat " katanya.

Bahkan, Ketua Komisi III DPRD Sumbar Afrizal mengusulkan agar Sumbar mengalihkan aliran sungai di Kabupaten Limapuluh Kota yang selama ini menjadi sumber air utama PLTA Koto Panjang.

Menurutnya, klaim penerimaan pajak Riau itu tidak hanya persoalan jatah pembagian hasil PAP, namun sudah menyangkut harga diri warga Sumbar.

"Hasil pembagian pajak hanya sekitar Rp1,5 miliar. Tapi demi khalayak umat, selalu Pemprov Sumbar menganggarkan tiap tahun lebih dari Rp2 miliar di APBD. Kalau soal untung rugi, rugi kami. Yang sebenarnya terima uang senang itu siapa?" katanya.

Menurutnya, Pemprov Riau yang banyak mendapatkan keuntungan dari keberadaan PLTA Koto Panjang. Warga Sumbar, khususnya di Kabupaten Limapuluh Kota justru dilanda bencana banjir setiap tahun. Namun, Sumbar ikhlas demi menjaga persaudaraan dengan masyarakat Riau.

"Kami akan mempertimbangkan opsi pengalihan air sungai ke tempat lain. Jika persoalan ini tidak segera diselesaikan oleh Kemendagri dan permintaan maaf oknum anggota DPRD Riau yang bicara seperti itu," katanya.

Anggota DPRD Sumbar lainnya, Nurnas mengatakan, DPRD Sumbar sangat menyesalkan pernyataa anggota DPRD Riau seakan-akan melupakan sejarah pembangunan PLTA Koto Panjang.

Banyak pengorbanan warga Sumbar di sana. Bahkan, 11 nagari di Kabupaten Limapuluh Kota tenggelam. Warga Sumbar juga yang berjuang sampai ke Jepang untuk mendapatkan dana pembangunan waduk itu.

“Mungkin teman kita di DPRD Riau lupa, bahwa air yang mengalir itu asalnya dari mana. Atau perlu dilakukan seperti dulu, ada rencana warga Limapuluh Kota mengalihkan aliran air ke tempat lain," katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Penamaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu Provinsi Sumbar Maswar Dedi mengatakan, usulan pengalihan sungai itu dapat direalisasikan.

Menurutnya, lokasi daerah tangkapan air berfungsi untuk hutan lindung. Dengan alasan itu, kebutuhan pembangunan daerah dapat diajukan perubahan fungsi pada RT RW menjadi kawasan budidaya hutan produksi (HP) atau Area Penggunaan Lain (APL).

Menurutnya, Gubernur Sumbar memiliki kewenangan untuk mengalihkan fungsi hutan. Bahkan, sudah banyak juga investor bidang perkebunan yang tertarik berinvestasi di catcment area waduk PLTA Koto Panjang.

"Kawasan itu dapat dijadikan hutan produksi atau area penggunaan lain. Namun karena ini menyangkut ketersediaan air untuk PLTA Koto Panjang dan demi mempertimbangkan warga Riau, Gubernur Sumbar belum mau mengalihfungsikan hutan itu," katanya. (man)



Sumber: tagar.id


TERKAIT