Yudi Latif: Kemerdekaan RI Diproklamirkan Pada Momen Ramadan

Yudi Latif.
toRiau-Ternyata ada alasan kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Angka 17 dipilih oleh Sukarno, proklamator sekaligus presiden pertama RI, dari turunnya Alquran pada 17 Ramadan.

Hal itu diungkapkan Ketua Ketua Unit Kerja Presiden bidang Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) yang baru dilantik Yudi Latif.

Sebagai Ketua UKP-PIP, Yudi belum pernah berbicara di acara publik. Momen buka puasa bersama Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah bersama sejumlah ormas kepemudaan menjadi wadah pertama bagi Yudi untuk bicara.

Saat tiba dari Saigon di Bandara Kemayoran, dan bersiap memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, Sukarno bersama Hatta teringat bahwa saat itu sedang bulan suci Ramadan.

"Bung Karno itu percaya mistisisme angka. Maka dia ingin pastikan tanggal keramat untuk kemerdekaan. Dia ingat, di Islam, ada tanggal penting yakni turunnya Alquran pada 17 Ramadan. Bagi dia ini keramat. Makanya bulat, kemerdekaan itu 17," kata Yudi, belum lama ini.

"Itu kenapa ketika pemuda mendesak, dibawa ke Rengas Dengklok, Bung Karno tetap tak segera proklamasi. Karena sudah ditetapkan bahwa tanggal kemerdekaan adalah tanggal keramat Islam, yakni sejalan 17 Ramadan."

Di acara yang digelar di rumah dinas Fahri Hamzah, di sebelah Kompleks Parlemen itu, Yudi juga meminta agar Pancasila dan Islam jangan pernah dibandingkan.

Dia menjelaskan bahwa Islam adalah layaknya menara tinggi, atau dia sebut tower, sama seperti agama-agama lain di Indonesia. Dengan demikian, ada banyak menara tinggi di Indonesia.

"Nah, bagaimana orang di satu tower bisa komunikasi dengan yang di tower lainnya? Dia butuh jembatan horizontal, itulah Pancasila. Itulah kenapa Pancasila dan agama tak bisa dibandingkan. Yang jelas Pancasila itu ada semangat agama," jelas Yudi.

Kata Yudi lagi, Indonesia adalah negeri dengan kemajemukan luar biasa. Sebagai perbandingan, walau Tiongkok dan India menempati dua negara dengan penduduk terbesar di dunia, namun kemajemukannya masih kalah dengan Indonesia.

"Misalnya, 90 persen suku bangsa warga China itu keturunan Han. Sisanya yang majemuk," katanya.

‎Dia lalu berbicara sejarah penetapan Pancasila sebagai dasar negara, yang pertama kali disampaikan oleh pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945. Dari pembeberan dia atas sejarah lahirnya Pancasila, sebuah benang merah hadir. Yakni Pancasila sebagai dasar filosofi berdirinya Indonesia, yang mempersatukan kemajemukan yang ada.

"Di matematika, bilangan pecahan tak bisa dijumlahkan kalau bilangan penyebut tak disamakan. Maka Indonesia dengan segala kemajemukannya, takkan bisa disatukan, kecuali disamakan penyebutnya. Itu kata Bung Karno, Pancasila sebagai common denominator (bilangan penyebut)-nya. Shared values (nilai-nilai yang disepakati) yang mempertautkan semua nilai itu, namanya Pancasila," bebernya.

Di bagian akhir penyampaiannya, Yudi sempat menyampaikan bahwa saat kecil, dirinya pernah merasakan persekusi akibat Pancasila. Saat itu, di era Orde Baru Soeharto, ayahnya seorang PNS namun berkampanye buat Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

"Saya sampai lima kali pindah SD karena situasi itu. Saya sering diminta bapak saya untuk bertahan di rumah, sementara dia lari entah ke mana," kata Yudi.

"Maka saya ingin Pancasila ini jangan dijadikan sebagai pemukul politik, demi kepentingan politik. Namun kita inklusikan. Perdebatan yang ada, mari kita berargumen di ruang publik," tegasnya. (bst/adm)
TERKAIT