Angket DPR Terkait KPK Bikin Bingung Semua, Begini Ulasannya

Hak angket KPK.
toRiau-Koordinator Lingkar Masyarakat Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti mengemukakan hak angket adalah semata kewenangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang secara konstitusional objeknya adalah pemerintah.

Dalam angket DPR kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ada sesuatu yang ganjil, sebab DPR mengajukan hak itu kepada lembaga negara non-departemen yang bukan di bawah naungan presiden sebagai kepala pemerintahan.

"Ini yang ganjil dan membingungkan. ika berdasar hal ini, memang tak ada yang bisa dilakukan oleh presiden secara hukum dan politik. Khususnya secara hukum, presiden tidak diperkenankan mengintervensi hak anggota DPR," kata Ray.

Ia menjelaskan jika pun mungkin presiden bisa intervensi, hanya bisa dilakukan secara politik. Caranya dengan melakukan pendekatan terhadap partai pendukung presiden agar menarik diri dari angket.

Tapi hal itu yang diindahkan partai-partai pendukung, padahal kalau partai pendukung cermat, sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah terbaca dengan jelas ketika menerima pimpinan KPK di Istana Negara pasca satu hari penetapan hak angket KPK di DPR.

"Pernyataan Jokowi yang dengan tegas menyatakan akan tetap mendukung KPK jelas memperlihatkan sikap tidak setujunya pada angket tersebut. Tapi rasanya sinyal itu yang diabaikan oleh para pengusung angket sekalipun dari partai pendukung presiden. Partai pendukung merasa tak masalah dengan angket karena tidak akan menyentuh presiden. Di sinilah keganjilan dan sekaligus pengabaian proses politik," ujarnya.

Menurutnya, keganjilannya adalah hak angket dibuat tapi tak berhubungan dengan eksekutif. Presiden diyakini tidak dalam objek angket yang dimaksud.

Pengabaian ini karena para partai pendukung pemerintah meyakini hak angket ini tidak akan sampai ke presiden. Keyakinan seperti ini menurut Ray merupakan hal naif, sebab jika dalam prosesnya terus berlangsung, sejatinya tak sulit mengaitkan proses angket ini kepada presiden.

Di sisi lain, KPK diasumsikan sebagai bagian dari pemerintah karena itu bisa diangket.

"Tapi jika angket tidak diasumsikan bahwa KPK bukan bagian dari pemerintah maka di sinilah keganjilan angket itu, yaitu lembaga non pemerintah bisa jadi objek angket. Dan keganjilan berikutnya seperti apakah kiranya kelak tindak lanjut dari angketnya? Apakah sampai sebatas rekomendasi perbaikan, atau memang akan menyasar ke pemerintah? Bingung kan?" tanya Ray, yang mengaku dia sendiri bingung dengan hadirnya hak angket tersebut. (spc/adm)
TERKAIT