CATATAN TUN AKHYAR, PEMRED TORIAU.CO

Pra-Pilgubri: Saling 'Buka Borok'


Sesungguhnya 'perang' di Pemilihan Gubernur Riau (Pilgubri) belum dimulai. Sebab, penetapan pasangan calon (paslon) yang dinyatakan lolos verifikasi oleh KPU Riau baru akan diumumkan dan ditetapkan pada 12 Februari 2018 mendatang.

Sesuai agenda Pilkada, baru pada saat itu akan dinyatakan siapa yang lolos dan berhak menyandang stuatus sebagai calon gubernur dan wakil gubernur. Setelah itu akan disusul dengan pengundian nomor urut dan baru akan masuk masa kampanye.

Untuk para calon yang berasal dari kalangan pimpinan daerah, seperti gubernur ataupun bupati dan walikota, yang bersangkutan juga akan diikuti dengan nonaktif hingga tanggal 25 Juni 2018 atau dua hari menjelang pencoblosan, yakni pada 27 Juni 2018. Sedangkan yang berasal dari anggota legislatif maupun militer, langsung mengundurkan diri sesuai ketentuan UU.

Akan tetapi, para paslon di Pilgubri, khususnya pendukung, sudah tidak sabar lagi menabuh persaingan. Genderang 'perang' yang ditabuh bukan perang dalam tanda kutip lagi, tetapi seperti perang sungguhan. Bedanya, perang ini, tidak adu fisik melainkan saling buka "kudis" dan "borok" alias kasus-kasus para pasangan calon dengan memanfaatkan pengaruh mereka di media massa.

Hampir tiap hari sejak sebulan terakhir intensitas saling 'serang' makin menjadi-jadi. Hari ini si calon 'X' yang diblow-up lewat media berbagai 'kurap', 'kudis' dan 'boroknya'. Besok, giliran calon 'X1' yang kena 'libas' lewat pemberitaan di media lainnnya. Setelah itu, giliran 'X2' dan calon 'X4' yang kena 'hajar'. Pokoknya, bersahut-sahutan bak burung murai di musim kawin.

Tak hanya borok kasus, misalnya dugaan korupsi dan penyalahgunaan wewenang, saja yang diungkap ke publik. Tetapi juga 'pernyataan' atau statemen serta keseharian para paslon yang dinilai tidak pas, juga habis dikupas dan dibongkar di media massa.

Bahkan, soal motto, tag line dan slogan yang digunakan setiap paslon untuk menarik simpati pemilih dan menjadi penanda kelompoknya, juga tak luput dari kritik dan kecaman oleh kelompok paslon lainnya.

Pokoknya, dari yang saya amati, tak ada satupun yang baik dari paslon ataupun yang dilakukan timnya untuk menaikkan popularitasnya di tengah-tengah masyarakat. Kalaupun ada yang bilang baik, hebat, pintar, visioner, agamis dan merakyat, itu baru terucap dari tim pendukung paslon masing-masing saja. Belum ada yang secara terbuka mau menyebutkan calon lainnya baik.

Bahkan, saking 'seru'nya pertarungan pra-Pilgubri ini, pihak-pihak yang seharusnya bertindak sebagai regulator dan wasit, juga nyaris terjebak eforia yang dibangun oleh masing-masing tim paslon. Belum lagi 'kick-off' tanda pertandingan dimulai, sudah ada saja 'pemain' yang kena semprit pluit wasit dan bahkan kena kartu kuning.

Sebagai wartawan, fenomena Pra-Pilgubri ini bagi saya pribadi menarik, karena pemberitaan tentang aksi bongkar kasus itu jika diberitakan akan semakin banyak menyita perhatian masyarakat. Tapi di sisi lain, jelas tidak baik untuk pembelajaran politik dan proses demokrasi bagi masyarakat. Masyarakat pasti akan dibuat bingung dan bertanya-tanya.

Jika hanya sebatas itu, saya kira masih bisa ditolerir. Tapi, apa jadinya, jika masyarakat resah dan jadi ketakutan karena bisa saja sebagian mereka menganggap situasi sudah tidak kondusif?

Saya tidak tahu persis apakah situasi yang terjadi saat ini sengaja diciptakan atau hanya spontanitas belaka. Saya juga tidak tahu, apakah ada di antara para pasangan calon yang ikut mengompori timsesnya untuk menggunakan cara-cara seperti di atas tadi guna menjatuhkan lawan-lawan politiknya.
 
Kalau saya pribadi, sebenarnya lebih cenderung jika masing-masing paslon berikut dengan timsesnya memilih cara-cara elegan dalam menaikkan popularitas kandidat yang diusung. Juallah keunggulan-keunggulan paslon masing-masing untuk meyakinkan masyarakat pemilih. Soal kekurangan dan kelemahan para paslon yang jadi rivalnya, tak perlu diumbar secara vulgar.

Toh, menurut hemat saya, sekitar 4 jutaan calon pemilih di provinsi ini, sebagian besar sudah kenal dan tahu banyak tentang siapa dan bagaimana sepak terjang semua pasangan calon. Tanpa dijelek-jelekan atau diumbar kebobrokan dan keburukan paslon, masyarakat juga sudah tahu.

Di era keterbukaan dan kecanggihan informasi sekarang, masyarakat dengan mudah dan sudahmendapatkan potret dan seperti apa figur para pasangan calon yang akan ambil bagian di Pilgubri 2018. Saya percaya dan yakin, siapa yang akan dipilih para pemilih pada 27 Juli 2018 nanti, sudah ada di hati sebagian besar rakyat Provinsi Riau.

Yang dibutuhkan masyarakat di masa-masa sosialisi hingga kampanye nanti, menurut saya, hanya sebatas untuk meneguhkan hati atau sikap sebelum membuat keputusan ke mana dukungan suara akan diberikan.

Jika program yang dijual masuk akal dan jauh dari sekedar janji-janji manis dan muluk, saya kira paslon tersebutlah yang akan dipilih masyarakat. Tapi kalau program yang dijual tak masuk akal, apalagi bahasa yang digunakan terlalu tinggi dan tidak dipahami masyarakat awam, percayalah paslon itu akan dicibir dan dijauhi pemilih.

Jadi, menurut pendapat saya, sebaiknya pasangan calon dan timses, utamakan menjual program yang realistis ketimbang menghajar rival-rival politiknya. Selain buang-buang tenaga dan fikiran dengan mengeluarkan energi 'negatif;, masyarakat juga akan antipati.

Jangan sampai masyarakat akan bicara seperti ini dalam hatinya, "Emang paslon yang anda dukung itu sudah baik selama ini?"

Intinya, kata orang-orang tua dulu, "jangan matikan lampu kawan, perterang saja lampu sendiri!"
* tun akhyar
TERKAIT