Pungutan Liar Ditemukan Ombudsman Jateng Dalam PPDB

PPDB.
toRiau-Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah mengungkap berbagai temuan mengejutkan dalam pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada tahun ajaran 2017-2018.

Pelaksana tugas Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jawa Tengah, Sabarudin Hulu menyatakan setidaknya ada 20 aduan dari orangtua siswa yang kini sedang ditindaklanjuti oleh pihaknya.

“Saat ini, kami sedang melakukan penelaahan dan pemeriksaan atas laporan masyarakat mengenai pelaksanaan PPDB tahun ajaran 2017-2018,” ungkap Sabarudin.

Dia menegaskan, dari 20 aduan yang masuk juga ada 40 persen di antaranya terkait kasus dugaaan pungutan liar (pungli) di sejumlah SMP dan SMA sederajat.

Di Jepara, kata Sabarudin, ada pengelola SMP terang-terangan meminta pungutan kepada siswa baru sebesar Rp 2,5 juta. Modusnya untuk biaya pembangunan sekolah.

Pungutan lainnya juga muncul di Kudus. Sabarudin mengatakan terdapat orang tua siswa baru yang mengeluhkan sumbangan Rp 1,2 juta yang nominalnya ditetapkan oleh Komite Madrasah Tsanawiyah (MTS).

Sumbangan tersebut belakangan diperuntukkan bagi peserta didik yang hendak menempati kelas unggulan. “Keberatan orang tua siswa baru sudah disampaikan kepada pihak komite sekolah. Namun, komite sekolah tidak mempertimbangkan,” tuturnya.

Pungli ditemukan pula di lingkungan Madrasah Aliyah (MA). Pungutannya dengan kedok biaya pendaftaran Rp 100.000 dan biaya pembelian empat setel pakaian seragam sekolah seharga Rp 1,6 juta.

Di Demak, Komite Madrasah Aliyah (MA) malah mewajibkan peserta didik baru membeli empat setel pakaian seragam sekolah dengan biaya Rp 750.000. Sementara di Brebes, penyelenggara SMP membuka peluang bagi peserta didik baru yang bersedia menempati kuota cadangan dengan membayar sebesar Rp 4 juta.

“Terdapat peraturan perundang-undangan yang dilanggar oleh penyelenggara satuan pendidikan dalam pelaksanaan PPDB,” ungkapnya.

Merujuk Pasal 4 Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, pengadaan pakaian seragam sekolah diusahakan sendiri oleh orang tua atau wali peserta didik.

Sedangkan dalam aturan Pemendikbud Nomor 74 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah pada pasal 12 mengatur larangan secara tegas bagi Komite Sekolah untuk memungut dan menjual pakaian seragam.

“Komite Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah hendaknya tidak hanya memperhatikan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Madrasah. Pada Pasal 62 mengenai sumber pembiayaan madrasah, memang benar salah satu sumber pembiayaan dapat diperoleh dari masyarakat,” katanya.

Namun dia mengingatkan, bahwa ada Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2016, khususnya pada Pasal 62 C yang mengatur bahwa sumber pembiayaan yang diperoleh dari masyarakat tidak boleh atau dilarang dibebankan kepada peserta didik atau walinya yang tidak mampu secara finansial.

“Saat ini, Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Jawa Tengah masih melakukan penelaahan dan pemeriksaan lebih lanjut,” tegasnya. (spc/adm)
TERKAIT