PLN Disarankan Buka Pengaduan Terkait Banyaknya Keluhan Lonjakan Tagihan Listrik


JAKARTA - Polemik lonjakan tagihan listrik PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) terus bergulir. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta manajemen PLN membuka seluas-luasnya kanal pengaduan bagi konsumen yang mengalami lonjakan tagihan.

"YLKI banyak menerima keluhan dari konsumen yang mengalami kesulitan saat ingin melaporkan kasusnya via call center 123, atau akses lainnya," ujar Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (7/6/2020).

Menurut Tulus, banyaknya keluhan yang diterima YLKI menunjukkan kanal pengaduan yang ada belum optimal mewadahi pengaduan konsumen.

Ia menambahkan, YLKI juga meminta manajemen PLN untuk melakukan sosialisasi seluas-luasnya kepada konsumen atau pelanggannya, terutama di area yang banyak mengalami masalah serupa, sebagaimana terjadi pada periode April-Mei.

"Dengan begitu, masyarakat mengerti duduk persoalan dan musabab yang terjadi, plus mengetahui apa yang harus dilakukannya," ucap Tulus seperti dilansir Antara.

Selain itu, Tulus meminta konsumen yang mengalami billing shock untuk segera melaporkan ke PLN, baik via telepon atau kanal media sosial PLN.

"Sebelum melaporkan, sebaiknya konsumen melakukan recheck terlebih dahulu terhadap kewajaran pemakaiannya, dengan melihat pemakaian jumlah kWh terakhir dengan jumlah kWh bulan sebelumnya. Sebab selama WFH (work from home) umumnya pemakaian energi listrik konsumen mengalami kenaikan," katanya.

Secara terpisah, Ombudsman Republik Indonesia menyatakan akan kembali menindaklanjuti keluhan para pelanggan PLN terkait lonjakan tagihan listrik yang dianggap tidak wajar. "Saya akan berbicara kembali dengan tim untuk menindaklanjuti persoalan ini," ungkap anggota Ombudsman RI, Laode Ida seperti dilansir kontan.co.id.

Pada bulan Mei lalu, Ombudsman sudah meminta klarifikasi jajaran pimpinan PLN melalui pertemuan virtual. Hadir Direktur Utama PLN, Zulkifli Zaini beserta tiga direksi lainnya.

Kala itu, menurut Laode, manajemen PLN menjelaskan perihal lonjakan tarif listrik akibat kebijakan work from home (WFH), juga belajar dari rumah. Akibatnya, tagihan listrik membengkak.

Kebijakan WFH juga memunculkan konsekuensi bagi PLN, yakni petugas pencatat meteran tidak menyambangi rumah para pelanggan untuk mencatat meteran tagihan listrik. Oleh karena itu, PLN menempuh kebijakan untuk mencatatkan tagihan listrik bulan berjalan dengan menghitung rata-rata tagihan tiga bulan terakhir.

Namun, kata Laode, PLN tak mampu menjelaskan dengan baik mengenai alasan dan skema perhitungan tagihan pelanggan. Sebab, faktanya ada pelanggan mendapati tagihan terakhir melonjak dibandingkan rata-rata tagihan bulanan. "Bahkan ada rumah kosong yang tagihannya juga melonjak," ungkap Laode.

Pria berdarah Sulawesi ini juga bilang, skema penghitungan tagihan berdasarkan rata-rata tiga bulan terakhir juga tidak fair. Di tengah kondisi seperti ini, tentunya sangat berat bagi pelanggan.

"Apalagi, hitung-hitungan tagihan listrik adalah ilmu pasti, bukan ilmu budaya. Jadi harus tercatat dengan jelas," ucap Laode.

Dalam sepekan terakhir, para pelanggan memprotes tagihan listrik yang membengkak dan tak wajar. Lantaran heran dan tak puas dengan layanan PLN, para netizen menumpahkan protesnya ke akun media sosial PLN, mulai dari Facebook, Instagram hingga Twitter.

Sejumlah warganet mengkritik kebijakan PLN terkait skema untuk menghindari lonjakan tagihan. Pada Kamis (4/6/2020) lalu, PLN merilis skema penghitungan tagihan untuk melindungi pelanggan rumah tangga yang tagihan listriknya melonjak pada bulan Juni.

Dengan skema ini, menurut PLN, pelanggan yang mencatatkan tagihan bulan Juni melonjak lebih dari 20 persen dibandingkan Mei akibat penagihan menggunakan rata-rata tiga bulan terakhir, maka kenaikannya akan dibayar sebesar 40 persen, dan sisanya dibagi rata dalam tagihan tiga bulan ke depan. PLN berharap, skema tersebut dapat mengurangi keterkejutan pelanggan yang tagihannya meningkat tajam.

Sementara itu, Direktur Niaga dan Management Pelanggan PT PLN, Bob Saril menjelaskan, tagihan listrik meningkat karena ada kenaikan konsumsi listrik terkait kebijakan WFH dan PSBB. "Pemakaian listrik Maret dan April sebenarnya lebih tinggi karena stay at home dan PSBB. Itulah kenapa di Mei membengkak," terang Bob, Sabtu (6/6/2020). (f/ant)



TERKAIT